BANG - JAI

SUDAHKAH ANDA SHOLAT.......?

Sabtu, 26 Januari 2013

Cinta Dalam Sepotong Roti


Dan di hari-hari ini seseorang akan bercerita tentang nurani yang terluka oleh zaman. Atau ini hanya sekadar cerita tentang barang yang paling mahal sedunia.
Entah bagaimana asal-usulnya, di hari yang ganjil itu, di bulan Februari tanggal 14 itu,  orang-orang paling kaya sedunia berkumpul di pasar termahal yang pernah ada. Seorang bocah laki-laki berpakaian kumal duduk bersimpuh di suatu sudut. Seorang super kaya berjalan pelan menghampirinya.
“Barang apa yang kau jual, nak?”
“Yang saya jual tak seorang pun akan sanggup membelinya”
“Oh ya? Benarkah? Barang apa yang kau jual, nak?
“Tuan takkan sanggup membelinya”
“Semahal itukah barangmu, nak? Bagaimana kalau saya bayar dengan gunung?”
“Ini bahkan lebih mahal dari segunung uang, Tuan”
“Bagaimana kalau saya bayar dengan laut ?”
“Ini bahkan lebih mahal dari lautan permata”
“Ehm, bagaimana kalau saya bayar dengan pulau?”
“Tidak, Tuan, barang ini bahkan lebih mahal dari pulau intan berlian”
“Baiklah. Ini tawaran terakhir, nak. Bagaimana kalau saya bayar dengan semua yang saya tawarkan tadi plus semua yang saya miliki?”
“Sudahlah Tuan, barang ini bahkan lebih mahal dari semua yang Tuan tawarkan.”
“Sebenarnya apa yang kau jual, nak?
Dengan perlahan dan sangat hati-hati si bocah mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Di telapak tangannya benda mungil itu berkilauan sangat indah tertimpa cahaya matahari.
“Apa itu, nak?”, dengan takjub si superkaya bertanya.
“Ini hati nurani, Tuan. Lengkap dengan cinta dalam sepotong roti*”
“Benarkah? Memang berapa harganya, nak?
“Ini seharga langit dan bumi, Tuan. Dan sudah saya katakan, tak seorang pun sanggup membelinya”
“Hemm..seharga langit dan bumi ya? Tapi masih bisa ditawar, kan?”
Si bocah menggeleng, “Ini harga mati, Tuan, tak bisa ditawar lagi”
“Saya ingin sekali memiliki barang itu dan saya rasa saya sanggup membelinya”
“Dengan apa Tuan akan membayarnya?
“Saya punya sekeping uang logam dari surga. Surga yang seluas langit dan bumi, nak. Bagaimana? Harga yang pantas bukan?”
“Emm…Baiklah, jika Tuan memaksa. Saya hanya menerima cek, Tuan”
***
Sesampainya di rumah, si super kaya pun berseri-seri karena hari itu ia berhasil membeli sesuatu yang amat berharga. Sesuatu yang kini makin langka di pasaran. Sambil beristirahat di kursi malas ia pun menulis dalam buku hariannya:
“Pada akhirnya, orang yang merasa paling suci sekalipun akan sampai pada kesimpulan: uang bisa membeli segalanya. Termasuk moral, harga diri, kehormatan, hati nurani, atau apapun namanya, bahkan cinta sekalipun.
Kalaupun ada yang bilang bahwa hal-hal seperti itu tak bisa dibeli dengan uang, itu hanya karena mereka yang masih memilikinya tak mau menjualnya. Itu saja, sederhana.
Jika mereka mau menjualnya, maka semua memang ada harganya. Dan dengan uang semua itu bisa dibeli. Sederhana memang. Toh ini hanya persoalan jual-beli. Tak lebih dari itu.
Dan pada hakikatnya, orang yang bersedia menjual hal-hal itu sangatlah miskin adanya karena mereka tidak punya lagi hal yang paling berharga dalam diri mereka. Selama mereka masih menyimpannya baik-baik dan tidak menjualnya, sebenarnya merekalah orang-orang paling kaya sejagat raya. Dunia pun berada dalam genggaman mereka.”
***
“Saya masih punya satu barang lagi, Tuan. Tapi yang satu ini takkan pernah saya jual. Apa pun imbalannya.”
“Barang apa itu, nak?”
“Kasih ibu sepanjang masa. Bagai sang surya menyinari dunia.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar